Daftar Nama Dalang Wayang Kulit Jawa Tengah

Daftar Nama Dalang Wayang Kulit Jawa Tengah

Dalang Wayang Kulit Terkemuka di Jawa Timur

Jawa Timur menjadi salah satu daerah yang kaya budaya dan seni tradisional, termasuk wayang kulit. Terdapat beberapa dalang wayang kulit terkemuka di Jawa Timur.

Mereka telah memperkenalkan seni wayang kulit ke berbagai daerah di Indonesia, bahkan mancanegara. Berikut lima dalang wayang kulit terkemuka di Jawa Timur.

Ki Dalang Piet Asmoro

Dalang Piet Asmoro merupakan seniman pedalangan yang hidup di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan. Ki Piet Asmoro lahir sekitar 1914 di Peterongan, Jombang.

Ia mengasah bakat pedalangannya dengan belajar seni di Pasinaonan yang didirikan RAA Kromo Adinegoro. RAA Kromo merupakan Bupati Mojokerto sekitar tahun 1930-an.

Tempat belajar seni karawitan dan wayang itu diasuh seorang abdi dalem bupati yang bernama Ki Tjondrowisastro. Selain itu, ia juga belajar pedalangan dengan Ki Dalang Goenarso di Waru, Sidoarjo.

Ilmu yang didapat dari Ki Tjondrowisastro dan Ki Goenarso itulah, yang kemudian menjadi gaya Ki Piet Asmoro dalam mendalang.

Ki Piet Asmoro merupakan pelopor wayang kulit Jawa Timuran atau Jekdong, yang saat ini dikenal dengan gaya Trowulanan atau juga bisa disebut gaya Mojokertoan.

Kreasi Ki Piet Asmoro berbeda dari dalang-dalang lain pada masanya. Hingga kini, gayanya masih menjadi kiblat dari pedalangan Jawa Timuran.

Ki Dalang Piet Asmoro menjadi dalang kondang pada 1960-an. Kesuksesan dalam dunia pedalangan ia rasakan ketika berbagai pertunjukan wayangnya direkam, serta diputar di radio-radio. Termasuk RRI Surabaya.

Pada masanya, publik juga menilai Ki Piet Asmoro setara dengan dalang kondang lainnya di masa itu, seperti misalnya Ki Narto Sabdo.

Pada 1971, Piet Asmoro menulis buku berjudul Tuntunan Karawitan Jawa Timur yang diterbitkan Dinas Kebudayaan Kabupaten Mojokerto. Buku tersebut menjadi buku acuan yang diajarkan di sekolah-sekolah seni.

Perjalan Ki Piet Asmoro sebagai seniman pedalangan semakin diakui ketika dirinya diundang ke Istana Negara pada 1972. Di sana, ia mendapat penghargaan Anugerah Seni yang diberikan langsung oleh Presiden RI kedua, Soeharto. Ki Piet Asmoro wafat pada 14 Juni 1987, di usianya yang ke-73 tahun.

Ki Suleman merupakan dalang yang lahir pada 11 November 1939 di Dusun Karangbangkal, Gempol, Pasuruan. Desa yang juga menjadi tempatnya bertumbuh besar hingga menjadi dalang yang tenar tersebut, merupakan kiblat budaya dan pusat kreativitas yang ditandai dengan digelarnya event kebudayaan di masa itu, setidaknya sampai pada 1965.

Disebutkan bahwa kakeknya, Mbah Sarman merupakan dalang tenar. Ayahnya yang bernama Draham juga dalang kenamaan pada zamannya. Konon, ayahnya mengisahkan bahwa kakeknya tersebut senang bertirakat dan adus bengi ning segara kidul (mandi malam di pantai selatan).

Kecintaannya pada seni pewayangan telah tumbuh sejak kecil, ketika dirinya diajak keliling untuk mendalang. Oleh karena itu, Ki Suleman bercita-cita menjadi penerus orang tuanya untuk mendalami pedalangan wayang.

Tak hanya sekadar mendalang, ia juga belajar mengarang gendhing-gendhing yang membuatnya semakin terkenal akan kepiawaiannya. Akhirnya, ia menjadi dalang yang tiap tahun manggung di Jakarta. Seperti di Taman Mini, Istana Negara, dan tempat-tempat lain di Jakarta.

Meskipun telah meraih kepopuleran dalam bidang pedalangan, dirinya tetap memilih mengabdikan diri sebagai 'dalangnya masyarakat dan orang-orang tani'.

Ki Sorwedi merupakan dalang asal Sidoarjo yang gigih melestarikan kesenian wayang Jawa Timuran. Tak heran dunia pedalangan begitu mendarah daging dalam dirinya, sebab ia lahir dari darah keturunan seniman dalang.

Mengutip situs Cak Durasim, Ki Sorwedi berlajar seni dalang dari ayahnya, Ichwan yang merupakan seorang dalang laris tanggapan di kawasan Sidoarjo dan sekitarnya.

Selain itu, ia juga berguru kepada Ki Suleman, yang merupakan seorang dalang senior asal Gempol. Selain menjadi dalang, ia juga mendirikan Forum Latihan Dalang Jawa Timuran (Forladaja) pada 1 Februari 2006.

Forum ini berhasil menggaet 12 dalang. Di antaranya Ki Bambang Sugiyo, Raden Ngabehi Sugilar, Ki Abas, Ki Wardono, Ki Matius, Ki Saean, Ki Kartono, dan Ki Yohan Susilo.

Setiap dua pekan sekali, forum ini membahas mengenai permasalahan dalam dunia pedalangan gaya Jawa Timuran, yang nyaris dilupakan. Berbagai diskusi ini kemudian menghasilkan ide untuk membuat buku tuntunan pedalangan gaya Jawa Timuran, agar bisa dijadikan acuan pembelajaran wayang gaya Jawa Timuran utamanya bagi para generasi penerus.

Buku balungan lakon wayang gaya Jawa Timuran yang pertama terbit dengan judul Layang Kandha Kelir, yang diterbitkan oleh penerbit Bagaskara Jogjakarta tahun 2007.

Ki Sugilar lahir pada 1953 di Mojokerto. Ia merupakan anak dari 5 bersaudara. Mengutip situs Cak Durasim, Ki Sugilar dianggap 'kewahyon' oleh keluarganya, dan harus meneruskan profesi dalang yang telah turun-temurun sejak zaman kakek canggahnya.

Sejak kecil, ia senang bermain wayang dari rumput atau 'wayang suket' bersama teman-temannya. Ia juga pernah menimba ilmu pedalangan (nyantrik) kepada beberapa dalang kondang Jawa Timuran di masa itu, seperti Ki Suwoto Gozali, Kyai Giman dan Ki Joko Buang.

Ki Dalang Supangkat

Ki Dalang Supangkat merupakan dalang terkenal di Dusun Kemisik, Desa Sumbergedang, Kecamatan Pandaan, Pasuruan. Kiprahnya dalam pementasan wayang kulit tak diragukan, utamanya di kota-kota besar di Jawa Timur.

Dalam setiap pementasan wayang, dalang ini konsisten menyajikan lakon dengan utuh menggunakan dialek Jawa Timur ala Suroboyo. Pada 26 September 2018, dalang kondang asal Pasuruan tersebut mendapat penghargaan kategori maestro seni tradisi dari Kemendikbud RI, atas dedikasi dan pengabdiannya sebagai dalang wayang asal Jawa Timur.

Selain 6 dalang tersebut, sejatinya masih banyak dalang-dalang kondang Jawa Timuran lain, yang berbakat dan dicintai oleh para penggemar wayang. Khususnya wayang Jawa Timuran.

Wir verwenden Cookies und Daten, um

Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um

Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.

Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.

Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.

Wayang kulit adalah salah satu seni tradisional Indonesia yang sangat populer dan terkenal di seluruh dunia. Seni wayang kulit berasal dari budaya Jawa dan Bali. Di Jawa Timur sendiri terdapat lima dalang wayang kulit terkemuka.

Wayang kulit terbuat dari lembaran kulit binatang, biasanya kulit kerbau, yang telah dikeringkan. Dalam pertunjukan wayang kulit, kisah yang biasanya diceritakan adalah Ramayana dan Mahabharata dalam versi Jawa. Narasi wayang kulit seringkali berkaitan dengan tema utama berupa kebaikan melawan kejahatan.

Wayang kulit juga memiliki gaya tutur dan keunikan yang menjadi maha karya asli dari Indonesia. UNESCO pun telah memasukkan wayang kulit ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia pada 2003.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalang atau pemain wayang kulit memainkan peran penting sebagai pengendali wayang dan pengisi suara. Dalang juga bertanggung jawab atas cerita dan musik yang dimainkan selama pertunjukan. Wayang kulit biasanya diiringi musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga, serta tembang yang dinyanyikan para pesinden.

Ki Eko Kondho Prisdianto

Ki Eko Kondho Prisdianto, lahir pada 25 Mei 1972. Ia seorang dalang wayang kulit yang berasal dari Desa Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Ia mulai dikenal sebagai dalang pada 1993 pada pentas pertamanya saat peringatan 40 hari wafatnya sang kakek, yang juga seorang dalang legendaris Ki Murdi Kandha Murdiyat.

Ki Eko belajar ilmu pedalangan dari kakeknya, dan mengikuti kursus mendalang di Tulungagung. Selain sebagai dalang, Ki Eko juga memiliki grup karawitan New Hamongroso dan Campursari New Kusumawardani Tulungagung.

Selama masa pandemi, Ki Eko mengadakan pertunjukan wayang online melalui saluran YouTube miliknya "Wayang Kulit Jero Omah". Hal ini menunjukkan dedikasinya dalam mempertahankan dan mengembangkan seni wayang kulit di era digital.

Ki Dalang Genit Santoso

Ki Dalang Genit Santoso adalah dalang wayang kulit dan campursari yang berasal dari Trenggalek, Jawa Timur. Ia telah meraih beberapa penghargaan, termasuk 10 Penyaji Terbaik Festival Wayang Kulit Dalang Muda sebanyak tiga kali, Penata Musik Festival Campursari Desa Dongko, Trenggalek.

Ia memiliki karya CD karawitan. Ki Genit dianggap sebagai Dongke legendaris dalam Tradisi Ngitung Batih, karena telah menjadi Dongke sejak 2011. Untuk pertama kalinya, tradisi Ngitung Batih dipusatkan di Kecamatan Dongko dan masih berlangsung hingga saat ini.

Ki Genit merupakan salah satu dalang terkenal dari Jawa Timur yang telah memberikan kontribusi besar dalam melestarikan seni wayang kulit dan campursari di Indonesia.

Ki Dalang Sun Syahrin Eko Wahyu Widodo

Ki Sun Syahrin Eko Wahyu Widodo atau lebih dikenal Ki Sun Gondrong (Srinanjoyo) adalah dalang wayang kulit yang merupakan putra tunggal dari sinden legendaris Bu Sayem. Ia berasal dari Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung.

Ki Sun Gondrong mulai menggeluti hobi dalang sejak duduk di bangku SMP, dan darah seni yang mengalir di jiwanya menjadikan karakternya berbeda dengan dalang lainnya. Ia telah menciptakan puluhan judul lagu, termasuk yang cukup populer "Memanik" dan "Titip Kangen".

Ki Sun Gondrong juga memiliki seorang anak perempuan bernama Anting Retno Windhari, yang lebih dikenal dengan Anting Lambangasih. Ia merupakan Duta Provinsi LIDA yang mewakili Yogyakarta.

Ki Dalang Rudi Gareng Rudianto

Ki Rudi Gareng atau Rudianto adalah seorang dalang wayang kulit yang berasal dari Kabupaten Blitar. Ia memimpin grup karawitan Cakra Budaya Indonesia, yang memiliki ciri khas salam metal Jawa.

Pria kelahiran tahun 1977 ini juga memiliki beberapa karya yang ia ciptakan sendiri. Beberapa lagu yang ia ciptakan seperti "DewoTresno RondoBanyuwangi" dan "Cokro Kembang".

Selama masa pandemi, Ki Rudi Gareng termasuk salah satu dalang yang mengadakan pertunjukan wayang kulit melalui video live streaming YouTube dengan judul "Wayang Gecul".

Itulah beberapa dalang wayang kulit terkemuka yang berasal dari Jawa Timur. Mereka telah memperkenalkan seni wayang kulit ke berbagai daerah, sehingga seni wayang kulit semakin dikenal dan diapresiasi masyarakat luas.

Artikel ini ditulis oleh Sofia Emanuella Wijaya, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Pertunjukan wayang kulit sedikit banyak tergantung dengan sang dalang. Ada banyak dalang wayang kulit terkenal di Jawa Timur, berikut beberapa di antaranya.

Wayang merupakan salah satu warisan budaya yang populer baik di dalam negeri maupun mancanegara. Wayang kian populer ketika para wali menyebarkan ajaran Islam dengan media seni pewayangan.

Seni pewayangan sudah ada jauh sebelum para wali datang ke Pulau Jawa. Umumnya, wayang menjadi pagelaran hiburan yang dipertunjukkan dalam suatu ritual, hajatan, maupun event budaya tertentu yang biasanya dikenal dengan sebutan nanggap wayang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jawa Barat terkenal akan wayang golek. Lalu di Jawa Tengah ada wayang kulit purwa, hingga ke wayang Jawa Timuran.

Seni wayang bergaya Jawa Timuran salah satunya ialah Pagelaran Wayang Kulit Jegdong. Dulu sering digelar di Mojokerto, Malang, Jombang, Surabaya, dan wilayah Jawa Timur lainnya.

Mengutip karya tulis berjudul Wayang Kulit Jawa Timuran Cengkok Trowulan: Asal-usul dan Peta Penyebarannya yang disusun Bambang Suyono, Jojo Winarko dan Darni, wayang Jawa Timuran terdiri dari cengkok Porong, Trowulan, Malang, Surabaya, Jombang, dan Lamongan. Masing-masing memiliki kekhasan.

Wayang Jawa Timuran juga memiliki kekhasan soal alat pengiring pementasan. Bentuk kendang Jawa Timuran lebih panjang dan lebih besar. Serta adanya iringan pementasan tarian Remo asal Jombang.

Dalam pertunjukan wayang ada dalang yang menggerakkan wayang dan menarasikan alur cerita pewayangan. Sehingga dapat menghibur sekaligus mengedukasi penonton dengan hikmah dari cerita-cerita pewayangan tersebut.

Dalang wayang kulit ternama kebanyakan berasal dari Jawa Tengah. Seperti Ki Manteb Soedharsono dan Ki Anom Suroto.

Namun ternyata, kesenian wayang di Jawa Timur juga melahirkan dalang-dalang wayang ternama yang dikenal luas hingga tingkat nasional. Berikut beberapa di antaranya.

Dalang Wayang Kulit Kondang Asal Jawa Timur:

Ki Dalang Minto Dharsono

Ki Minto Dharsono atau Suminto adalah dalang wayang kulit terkemuka yang berasal dari Tulungagung, Jawa Timur. Selain sebagai dalang, Ki Minto Dharsono juga merangkap sebagai pejabat Kepala Desa Pakisrejo, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung.

Ia terkenal dengan ceritanya yang pakem dan kebolehannya memainkan tokoh wayang siapapun. Ki Minto Dharsono juga pernah menjadi juara lomba dalang tingkat Jawa Timur yang diselenggarakan PEPADI Surabaya.

Ia memiliki grup karawitan bernama New Sekargadung. Ki Minto Dharsono sering mengadakan pagelaran wayang kulit yang disiarkan secara langsung melalui saluran YouTube, seperti video live streaming pagelaran wayang kulit "Semar Mbangun Kayangan" pada 2019.